28 May 2013

(Mungkin) Sebuah Akhir Perjalanan Sebagai Mahasiswa

"Alhamdulillah ya Allah!", cuma itu kata-kata yang bisa saya ungkapkan di tengah perasaan campur aduk setelah dinyatakan lulus sidang tadi siang. Setelah setahun menjalani kehidupan sebagai mahasiswa fast track Teknik Elektro ITB dan mengerjakan segala penelitian tesis yang bebannya kayak ngerjain 6 TA sekaligus akhirnya saya lulus juga. Sedikit flashback ke masa lalu boleh lah ya.


Niat untuk masuk Teknik Elektro ITB sudah muncul sejak saya kelas 6 SD. Saat itu Ayah saya menceritakan ke saya tentang sebuah universitas yang sangat bergengsi di Bandung, dengan jurusan yang bergengsi pula (waktu itu, entah sekarang masih atau tidak), yaitu Teknik Elektro Institut Teknologi Bandung. Saya yang masih SD manut-manut aja ketika Ayah saya menyuruh saya untuk belajar giat dengan menetapkan ITB sebagai cita-cita. Lagipula dulu saya tidak tau apa-apa tentang dunia perkuliahan, apalagi tentang yang namanya jurusan Teknik Elektro.

Waktu pun berlalu, saya pun melewati masa-masa SMP di Jakarta, dan kemudian sampailah di persimpangan jalan bernama lulus SMP. Saat itu Ayah saya menyuruh saya untuk mendaftar di 2 tempat, yaitu SMA 8 Jakarta dan SMA 3 Bandung. Singkat cerita saya tidak diterima di kedua SMA tersebut, malah diterima di SMA 70 Jakarta dan SMA 2 Bandung. Setelah survey ke dua sekolah tersebut akhinya saya menetapkan pilihan untuk bersekolah di Bandung, sebuah pilihan yang saya ambil karena tiga alasan: suasana belajar yang sangat nyaman, areal sekolah yang super luas, dan yang paling penting mendekatkan diri pada cita-cita sejak SD, ITB.

Februari 2008, saya sok-sokan datang ke acara Open House ITB, dimana pada acara tersebut dijelaskan mengenai prodi dan fakultas apa saja yang ada di ITB. Karena pilihan saya Teknik Elektro yang mana itu ada di STEI, saya pun menghadiri presentasi tentang STEI. Pada saat itu yang menjadi pembicara adalah seorang pria mirip Dumbledore di film Harry Potter (yang beberapa tahun setelahnya saya kenal sebagai Pak Suhartono). Satu hal yang sangat menarik perhatian saya adalah tentang suatu program baru di ITB dan di STEI yang disebut program fast track. Bayangkan, dalam 5 tahun kita bisa meraih gelar S1 dan S2 sekaligus, suatu program yang menarik. Akhirnya setelah presentasi tersebut saya menetapkan target baru, masuk STEI dan ikut program fast track.

Mei 2008, atas paksaan orangtua saya, saya mengikuti USM Terpusat. Dari tiga pilihan yang ada saya hanya memasukkan STEI sebagai pilihan saya. Hal ini saya lakukan sebab dari seluruh fakultas yang ada di ITB saya hanya ingin masuk STEI, dan kalaupun saya masuk di fakultas lain pada USM tersebut saya pun tidak akan mengambilnya. Saya ingin berjuang untuk masuk STEI sampai titik darah penghabisan yang bernama SNMPTN. Meskipun orangtua saya memaksa untuk mengisi ketiga pilihan tersebut, saya tetap kekeuh untuk hanya memilih STEI. Saya mengulur-ulur pengisian fakultas agar pada akhirnya saya tidak perlu menuliskan pilihan selain STEI (maaf ya Ayah Ibu).

USM pun selesai, dan tibalah hari pengumuman. Dengan satu pilihan yang sangat gambling tersebut alhamdulillah saya dinyatakan diterima di STEI. Wah, gak bisa diungkapkan dengan kata-kata deh senengnya. Cita-cita sejak kecil akhirnya tercapai juga.

Setahun berlalu, akhirnya saya dinyatakan diterima di Teknik Telekomunikasi ITB. Tahun-tahun berikutnya diisi dengan perjuangan dan kerja keras, membagi waktu antara kuliah, organisasi, dan sosial. Dan tibalah di titik akhir, tingkat empat cooy. Setelah melewati penelitian TA yang bikin mumet, omelan dan ancaman pengunduran kelulusan oleh dosen pembimbing, serta hal-hal tak terduga lainnya tibalah saya di tanggal 11 Juni 2013, sidang tugas akhir. Setelah 1,5 jam diuji saya pun lulus dengan nilai "baik sekali" (entah ini indeksnya apa, tapi kebanyakan teman mengatakan A), dan perasaan tak terungkapkan kata-kata itu pun muncul lagi. Yang bisa saya lakukan hanya senyum sumringah atas kelulusan saya tersebut.

Suasana sidang tugas akhir S1 saya

Namun senyum tersebut tidak bertahan lama, 2 minggu setelah saya diwisuda, saya melewati prosesi sidang terbuka penerimaan mahasiswa baru kembali, namun kali ini sebagai mahasiswa S2. Yang membuat senyum itu hilang adalah kenyataan bahwa saya harus memulai kembali penelitian yang panjang dan melelahkan itu, mulai dari 0 seperti isi bensin di pertamina. Dengan ketetapan tekad untuk menggapai mimpi S1-S2 5 tahun saya pun kembali memasuki dunia penelitian tersebut.

Dan tibalah hari ini, 28 Mei 2013, sebuah tanggal yang saya tetapkan untuk sidang tesis saya. Diawali dengan tidur yang tidak tenang pada malam harinya, saya bangun subuh subuh untuk mandi di kampus, sebab saya memang menginap di lab pada malam sebelum sidang. Setelah sarapan cake (big thanks to Floriana Ayumurti) dan minum sebotol air zam-zam peninggalan umrah 2 bulan lalu, saya pun mulai menyiapkan perlengkapan tempur saya di ruang sidang, ruang rapat lab telematika ITB, ruang yang sama yang menjadi saksi bisu pengesahan kelulusan S1 saya.

Alhamdulillah saya menghadapi sidang dengan tenang, meskipun pada hari sebelumnya saya masih sempat grogi. Sidang pun terasa sangat menyenangkan dan tanpa ketegangan, malah dipenuhi oleh tawa dari jokes-jokes ringan para penguji, mulai dari awal sidang hingga akhir. Nampaknya saya sangat beruntung memilih formasi penguji Pak Tutun, Pak Sugihartono, dan Pak Adit, dosen-dosen yang memang sense of humor-nya bagus. 1,5 jam sesi tanya jawab kembali berlalu dan saya pun diminta untuk keluar ruangan agar dosen-dosen dapat menyidangkan predikat dan kelayakan lulus saya.

Lima menit menunggu, saya pun dipanggil kembali untuk masuk ke ruang rapat. Pak Sugihartono memecah hening dengan kalimat "Saudara Aulia Virnanda Suraperwata, berdasarkan hasil sidang dan usaha Anda mempertahankan tesis, Anda dinyatakan lulus dengan predikat baik sekali. Selamat.", kalimat yang bikin saya sangat sangat speechless, bahkan jauh speechless dibandingkan pengumuman kelulusan S1 saya. Dan muncullah kalimat pembuka postingan ini dalam hati saya, "Alhamdulillah ya Allah!". Senyum sumringah itu pun kembali mengembang saat melihat teman-teman menyambut saya di luar ruang sidang.

Sesaat sebelum sidang tesis dimulai

Terima kasih saya ucapkan untuk semua orang yang telah membantu saya selama ini, menyemangati, dan bahkan mendoakan saya tanpa saya ketahui. Kepada Ayah dan Ibu, kepada keluarga saya di kampus Marching Band Waditra Ganesha, kawan-kawan teknik telekomunikasi, guru-guru saya, dan kepada seluruh sahabat dan teman-teman yang tidak mungkin saya sebukan satu persatu. Terima kasih, terima kasih, dan terima kasih.

Diawali dengan mimpi pada kelas 6 SD, dan berakhir dengan kenyataan membahagiakan. Untuk mereka yang belum percaya dengan kekuatan mimpi, atau yang sekarang mungkin masih belum memiliki mimpi, bermimpi dan bercita-citalah dari saat ini juga. Tuhan selalu mendengarkan doa-doa manusia, pun itu tidak terucapkan. Jika mimpi belum tercapai dengan usaha yang ada, bersabarlah, karena tidak ada kenikmatan selain setelah bersusah payah.

Ya, mungkin ini adalah akhir perjalanan saya sebagai mahasiswa di ITB, namun jelas ini merupakan awal untuk kehidupan yang sebenarnya di masyarakat sana. Bismillah, mari menapaki hidup baru.


2 comments:

  1. mas, mau tanya. untuk sidang terbuka mahasiswa program pasca bentuk agendanya seperti apa ya? apakah benar2 wajib diikuti? thanks

    ReplyDelete