Massa kampus ITB yang telah lama tidak melakukan aksi demonstrasi kemarin malah didatangi untuk didemo. Isu yang diusung pendemo tentu saja masalah kasus rasisme salah satu mahasiswa ITB. Ya, tanggal 3 Mei yang lalu sang tersangka mengupdate status facebooknya yang berbau rasisme terhadap etnis Papua, dan tak lama kemudian muncullah komentar dan kecaman baik dari teman sang pelaku maupun dari pengguna facebook lain.
Masalah rasisme mungkin masalah yang tak akan pernah habisnya mencuat. Setelah berakhirnya sistem politik Apartheid di Afrika Selatan, kasus rasisme ternyata tidak begitu saja lenyap. Masih ada oknum-oknum yang egois dan sesuka hati merendahkan bahkan menjatuhkan etnis lain.
Contoh modern yang bisa kita lihat sehari-hari mungkin kasus konflik antara supporter Persija (JakMania) dan Persib (Viking). Tak henti-hentinya kedua kubu supporter membuat kerusuhan meskipun sudah ada peraturan yang melarang keras hal tersebut. Ini salah satu yang membuat bangsa kita sulit untuk maju. Bagaimana bisa maju kalau hanya karena sepak bola, persaudaraan satu bangsa bisa pecah, hanya karena hal remeh banyak nyawa bisa melayang. Hal ini sangat menunjukkan bahwa Indonesia belum siap menjadi negara yang lebih berkembang.
Kembali ke masalah rasisme mahasiswa ITB. Kita kihat apa dampak dari satu status facebook bernada rasis tersebut. Pertama, nama baik ITB yang sudah tercoreng sebelumnya karena kasus plagiarisme kembali tercoreng karena hal ini. Kedua, mahasiswa bersangkutan pun sudah pasti terkena sanksi, masih untung ITB berbaik hati tidak mengeluarkan mahasiswa tersebut. Ketiga, masyarakat Papua pasti tersakiti hatinya karena ulah mahasiswa tersebut.
Memang benar kata pepatah, karena nila setitik rusak susu sebelanga. Hanya karena satu status facebook, ITB semakin buruk reputasinya. Sudah saatnya kita saling menghargai satu sama lain, saling tenggang rasa, dan empati. Itulah Indonesia.
Rasisme, rasisme, rasisme. Sudahi saja.
No comments:
Post a Comment