Hari ini adalah hari dimana BP MBWG 2009/2010 di bawah kepemimpinan Radit akan menyampaikan laporan pertanggungjawabannya. LPJ dijadwalkan dimulai pada pukul 9.00, tapi sampai jam 9.05 kuorum belum terpenuhi. Akhirnya acara dipending dan dimulai kembali pukul 10.
Pukul 10, ternyata anggota yang datang belum sampai kuorum 48 orang, baru sekitar sepertiga jumlah anggota biasa yang hadir. Atas alasan pembelajaran, LPJ ditunda sampai jam 1. Oke, saya yang sudah datang tepat waktu jam 9, merasa kecewa dengan keputusan tersebut. Untuk apa saya susah payah datang pagi dan meninggalkan kuliah serta agenda lainnya untuk sebuah acara yang ternyata baru dimulai jam 1. Dan saya rasa tidak hanya saya yang merasa demikian, anggota yang lain tentunya merasakan kekecewaan yang sama.
Tepat pukul 1, LPJ dimulai. Kali ini dengan jumlah anggota yang lebih banyak. Divisi demi divisi membacakan pertanggungjawabannya, dan anggota angkatan atas (terutama BP lama) banyak yang bertanya. Ketika sampai pada LPJ sekretaris, ternyata sekretaris umumnya belum datang karena ada penampilan di balai kota. Akhirnya LPJ sekretaris pun di-skip.
Sampai pada pukul 5, ketika semua LPJ termasuk LPJ ketum telah dibacakan, sang sekretaris pun belum datang juga, dengan alasan yang kami semua, para anggota, tidak ketahui. Akhirnya Dhira pun menyarankan agar LPJ dan penghitungan suara ditunda, namun Radit menginginkan agar penghitungan suara tetap dilakukan. Sebagian besar anggota akhirnya menuntut agar penghitungan suara diundur. Radit pun masih keukeuh dengan keputusannya dan akhirnya Dhira pun walk out dari forum karena kecewa dengan keputusan yang tidak sesuai dengan mayoritas pendapat anggota tersebut.
Setelah situasi yang panas dan debat sana sini, akhirnya Radit mengambil keputusan untuk mengundur penghitungan suara. Di titik ini saya benar-benar kecewa. Pertama, karena keputusan Radit cenderung plin plan, sehingga anggota pun bingung apakah sidang jadi dilanjutkan atau tidak. Kedua, karena ketidakhadiran satu orang sekretaris saja akhirnya LPJ harus diundur. Saya tidak mempermasalahkan LPJnya diundur, karena bisa saja LPJ diundur karena ditolak oleh anggota. Tapi dalam kasus ini, bahkan LPJ pun belum diketahui ditolak atau diterimanya, hanya karena satu orang yang seharusnya (walaupun dengan memaksakan diri) bisa hadir dalam sidang anggota. Ketiga, karena penghitungan suara yang menurut timeline pemilu seharusnya telah dilakukan pada 12 Oktober lalu diundur menjadi tanggal 16 (bertepatan dengan LPJ), dan sekarang malah diundur lagi sampai entah kapan.
Saya melihat semua anggota kecewa dengan diundurnya penerimaan LPJ tersebut, hanya karena masalah remeh yang seharusnya tidak perlu terjadi. Kekecewaan lebih mendalam saya lihat pada ketiga calon ketua umum lainnya, dimana kita yang seharusnya sudah mengetahui kepastian menang atau kalahnya jadi semakin digantung oleh ketidakpastian.
Kini pertanyaan saya, sampai kapan saya terus menerus berada dalam ketidakpastian seperti ini?? Sampai kapan??
Pukul 10, ternyata anggota yang datang belum sampai kuorum 48 orang, baru sekitar sepertiga jumlah anggota biasa yang hadir. Atas alasan pembelajaran, LPJ ditunda sampai jam 1. Oke, saya yang sudah datang tepat waktu jam 9, merasa kecewa dengan keputusan tersebut. Untuk apa saya susah payah datang pagi dan meninggalkan kuliah serta agenda lainnya untuk sebuah acara yang ternyata baru dimulai jam 1. Dan saya rasa tidak hanya saya yang merasa demikian, anggota yang lain tentunya merasakan kekecewaan yang sama.
Tepat pukul 1, LPJ dimulai. Kali ini dengan jumlah anggota yang lebih banyak. Divisi demi divisi membacakan pertanggungjawabannya, dan anggota angkatan atas (terutama BP lama) banyak yang bertanya. Ketika sampai pada LPJ sekretaris, ternyata sekretaris umumnya belum datang karena ada penampilan di balai kota. Akhirnya LPJ sekretaris pun di-skip.
Sampai pada pukul 5, ketika semua LPJ termasuk LPJ ketum telah dibacakan, sang sekretaris pun belum datang juga, dengan alasan yang kami semua, para anggota, tidak ketahui. Akhirnya Dhira pun menyarankan agar LPJ dan penghitungan suara ditunda, namun Radit menginginkan agar penghitungan suara tetap dilakukan. Sebagian besar anggota akhirnya menuntut agar penghitungan suara diundur. Radit pun masih keukeuh dengan keputusannya dan akhirnya Dhira pun walk out dari forum karena kecewa dengan keputusan yang tidak sesuai dengan mayoritas pendapat anggota tersebut.
Setelah situasi yang panas dan debat sana sini, akhirnya Radit mengambil keputusan untuk mengundur penghitungan suara. Di titik ini saya benar-benar kecewa. Pertama, karena keputusan Radit cenderung plin plan, sehingga anggota pun bingung apakah sidang jadi dilanjutkan atau tidak. Kedua, karena ketidakhadiran satu orang sekretaris saja akhirnya LPJ harus diundur. Saya tidak mempermasalahkan LPJnya diundur, karena bisa saja LPJ diundur karena ditolak oleh anggota. Tapi dalam kasus ini, bahkan LPJ pun belum diketahui ditolak atau diterimanya, hanya karena satu orang yang seharusnya (walaupun dengan memaksakan diri) bisa hadir dalam sidang anggota. Ketiga, karena penghitungan suara yang menurut timeline pemilu seharusnya telah dilakukan pada 12 Oktober lalu diundur menjadi tanggal 16 (bertepatan dengan LPJ), dan sekarang malah diundur lagi sampai entah kapan.
Saya melihat semua anggota kecewa dengan diundurnya penerimaan LPJ tersebut, hanya karena masalah remeh yang seharusnya tidak perlu terjadi. Kekecewaan lebih mendalam saya lihat pada ketiga calon ketua umum lainnya, dimana kita yang seharusnya sudah mengetahui kepastian menang atau kalahnya jadi semakin digantung oleh ketidakpastian.
Kini pertanyaan saya, sampai kapan saya terus menerus berada dalam ketidakpastian seperti ini?? Sampai kapan??
No comments:
Post a Comment